• Tinggal Bersama Mertua karena Membantu Usaha Ruko Mereka, Bagaimana Hukumnya?

    Berdasarkan keterangan hukum Indonesia, suami istri diwajibkan untuk memiliki rumah tinggal yang tetap yang ditentukan oleh suami istri secara barsama (lihat Pasal 32 UU No. 1 Tahun 1974 mengenai Perkawinan jo Pasal 78 Kompilasi Hukum Islam). Terutama untuk masyarakat yang beragama Islam, berlaku Kompilasi Hukum Islam yang menilai bahwa suami wajib meluangkan tempat kediaman untuk istri di mana tempat tinggal ini ialah tempat bermukim yang pantas untuk mengayomi istri dan anak-anaknya dari gangguan pihak lain, sampai-sampai mereka merasa aman dan tentram.

    Wajib hukumnya para suami untuk menyempurnakan tempat tinggalnya sendiri, hal ini tentu saja harus disesuaikan juga dengan kemampuannya serta dicocokkan dengan suasana lingkungan tempat tinggalnya, baik berupa alat perangkat rumah tangga maupun sarana penunjang yang lainnya (lihat Pasal 81 KHI). 

    Idealnya, pasangan suami istri sesudah menikah meninggalkan tempat tinggal orang tua untuk membina rumah tangganya sendiri. Akan tetapi, dalam praktiknya, banyak dalil maupun tentangan yang mengharuskan pasangan itu untuk tetap bermukim di tempat tinggal orang tua atau di tempat tinggal mertua (yang terkadang kita sebut sebagai “Pondok Mertua Indah”). Mungkin seperti halnya yang dirasakan oleh kawan anda sendiri yang kebetulan menumpang di tempat tinggal mertuanya (orang tua istri) untuk membantu usaha ruko-nya. 

    Sebenarnya, di samping hukum negara, di Indonesia juga masih berlaku hukum adat, contohnya adalah hukum adat Batak. Pada dasarnya, perkawinan menurut keterangan dari hukum adat Batak ialah “harga mempelai perempuan”. Perempuan diambil dari kelompoknya, tidak sebatas dari lingkungan tempat dia dilahirkan, dengan pembayaran sebanyak uang yang diamini bersama, atau dengan penyerahan benda berharga.

    Dengan teknik ini wanita dikeluarkan dari dominasi kerabat lelakinya yang terdekat (misal: ayahnya). Sehingga wanita yang dinikahi akan hidup jauh dari tempat tinggal orang tuanya untuk bermukim di tempat tinggal suaminya. Akan tetapi, pada kenyataannya banyak sekali terjadi bahwa pihak suami pada akhirnya sesudah menikah untuk menumpang di tempat tinggal mertua yaitu orang tua istri. 

    Berdasarkan keterangan dari hukum adat Batak menumpang pada mertua ini dinamakan Marsonduk Hela. J.C. Vergouwen dalam bukunya “Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba” (halaman 283) menyatakan bahwa dalam format perkawinan yang menumpang pada mertua ini, seorang menantu bermukim di tempat tinggal mertuanya dan menantu ini disonduk (diberi makan). Bentuk perkawinan ini jarang sekali terjadi. Apa yang menjadi penyebab terkadang ialah bapak si pemuda tersebut miskin dan tidak memiliki lumayan syarat untuk mengemban biaya perkawinan. 

    Selain itu Vergouwen pun menuliskan bahwa ada menantu yang menumpang pada mertua karena keluarganya membutuhkan bantuan tenaga, contohnya karena tidak sedikit anak kecil yang masih terlampau muda di rumah untuk dapat membantu dalam pekerjaan. Namun, lebih jauh Vergouwen mengatakan, motif dari hubungan menumpang seperti ini tidak selalu disebabkan karena salah satu pihak termasuk orang tidak punya, juga bukan karena tidak membutuhkan tenaga orang lain, namun mungkin sebab dari kasih sayang seorang ayah yang terlampau dalam untuk puteri satu-satunya dan tidak ingin berpisah darinya; dalam permasalahan seperti ini si pemuda pada umumnya bercita-cita akan menemukan harta bawaan yang lumayan. Oleh sebab itu, suasana hidup menumpang tidak bakal berjalan lama sebab ia akan tidak jarang kali diremehkan oleh tetangga. 


  • Amarah, kekecewaan, keputusasaan, stres, kebencian dan yang berkepanjangan merupakan format emosi berlebihan dari seseorang. Penyebabnya ialah karena ekspektasi terhadap sauatu yang tidak menjadi sebuah kenyataan.

    Akibatnya emosi itu tidak pandang bulu untuk menyerang siapapun yang tergolong sebagai seorang pemimpin. Ketika semua tersebut terjadi, positive enerji yang dipunyai oleh seorang pemimpin menjadi seolah tidak berdaya.

    Menjadi Pemimpin Itu Harus Dalam Pandai Mengontrol Emosi: Ini Dia Tipsnya

     

    Artinya enerji negative yang menjadi paling mendominasi perilakunya. Kalau telah begitu tidak hanya pemimpin yang merana akan tetapi dapat mengganggu kepada lingkungan kerjanya yaitu para karyawannya. Termasuk judged klien kerjanya seperti konsumen, pelanggan, dan partner bisnis. 

    Jenis emosi pemimpin tidaklah selalu sama tergantun dari akar yang mengakibatkan pemimpin tersebut menjadi emosi. Misalnya amarah yang meledak asalkan bisa memotivasi orang-orang di sekitar untuk bekerja lebih giat lagi.

    Apalagi bila kemarahan pemimpin terjadi karena hal atau kelalaian karyawan dalam bekerja. Jadi kemarahan pemimpin blood penting dalam suatu keadaan, suatu keputusan yang haru segera dan darurau untuk diambil. Sementara itu, bila kekecewaan, keputusasaan, stres, dan kebencian tidak sedikit yang merugikan diri blood pemimpin itu dan tentu saja bawahannya.

    Misalnya sebab ketidakpastiaan dan ketidak-taatan suatu kepandaian yang diciptakan oleh atasan dapat menimbulkan jenis-jenis emosi tersebut di atas. Kalau tidak dapat diatasi, akan terjadi gejala demotivasi. Yang dapat terjadi pada diri pemimpin maupun bawahannya. Lalu bagaimana sebaiknya ? 

    Untuk mengelola emosi, ada beberapa tips yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin: 

    1. Melakukan pemahaman diri mengenai untung ruginya sebuah emosi. Ada dua yang biasanya muncul di saat emosi itu terjadi. Pertama, karyawan bakal berespon untuk berempati kepada sang pemimpin.

    Dengan demikian pemimpin akan mengupayakan suatu pengendalikan diri. Yang kedua ialah lingkungan yang tidak merespon, lagi pula kalau emosi terjadi dalam jangka yang tidak pendek. Ditambah lagi pemimpin sendiri tidak menggubris masukan-masukan dari para bawahannya. 

    2. Melakukan penilaian mengapa emosi tersebut terjadi dan apa akibat-akibat yang nantinya akan muncul. Yang jelas bila dibiarkan, emosi bisa menghambat atau bahkan membelokkan pemimpin manjadi jauh dari arah yang baik dan benar. 

    3. Secara bertahap pemimpin perlu mengerjakan perbaikan dalam hal teknik berpikir, mengendalikan perasaan, teknik berinteraksi dengan orang yang beda dan mempunyai sifat gigih untuk mengembangkan kinerja terbaiknya. 

    4. pemimpin tidak segan-segan untuk berkomunikasi dalam berbagai arah dalam rangka mendinginkan diri dan jiwanya. Dengan empati dan simpati yang diterima dari lingkungan kerjanya, pemimpin diinginkan dapat mengambil suatu keputusan terbaik meski dalam situasi sesulit apapun. Tentunya tanpa kekhawatiran dan keraguan secara berlebihan. 

    Sebagai seorang pemimpin, pemimpin tentu saja tidak mengkoordinasi dan menunjuk para karyawannya dengan baik saat ia sendiri dalam situasi yang sedang labil emosinya. Dengan kata lain dapat dikatakan sang pemimpinlah yang perlu dipandu untuk menjadi normal kembali.

    Karena hal tersebut idealnya, seorang pemimpin haruslah dapat mengkalkulasi akibat-akibat yang akan terjadi dari situasi emosi yang berlebihan. Dalam urusan ini pengobatan untuk menanggulangi emosi tersebut haruslah datang dari diri pemimpin itu sendiri.

    Dan mesti belajar secara berulang-ulang. Seorang pemimpin harus dapat menahan kesabaran yang menumpuk yang dapat menghabiskan enerjinya sendiri. Disinilah pemimpin dengan enerji dan pemikiran positif pastinya dapat membangun hasrat untuk berubah menjadi lebih baik, tentu saja dengan didukung oleh ketenangan jiwanya. 






    Follow articles RSS
    Follow comments' RSS flux